Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Saat pertama kali pengantin pria menemui isterinya setelah aqad nikah, dianjurkan melakukan beberapa hal, sebagai berikut:
Pertama: Pengantin pria hendaknya meletakkan tangannya pada ubun-ubun
isterinya seraya mendo’akan baginya. Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda:
إِذَا تَزَوَّجَ أَحَدُكُمْ امْرَأَةً أَوِ اشْتَرَى خَادِمًا فَلْيَأْخُذْ
بِنَاصِيَتِهَا (وَلْيُسَمِّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ) وَلْيَدْعُ لَهُ
بِالْبَرَكَةِ، وَلْيَقُلْ: اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا
وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ
مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Apabila salah seorang dari kamu menikahi wanita atau membeli seorang
budak maka peganglah ubun-ubunnya lalu bacalah ‘basmalah’ serta
do’akanlah dengan do’a berkah seraya mengucapkan: ‘Ya Allah, aku memohon
kebaikannya dan kebaikan tabiatnya yang ia bawa. Dan aku berlindung
dari kejelekannya dan kejelekan tabiat yang ia bawa.’” [1]
Kedua: Hendaknya ia mengerjakan shalat sunnah dua raka’at bersama isterinya.
Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata: “Hal itu telah ada sandarannya dari ulama Salaf (Shahabat dan Tabi’in).
1. Hadits dari Abu Sa’id maula (budak yang telah dimerdekakan) Abu Usaid.
Ia berkata: “Aku menikah ketika aku masih seorang budak. Ketika itu aku
mengundang beberapa orang Shahabat Nabi, di antaranya ‘Abdullah bin
Mas’ud, Abu Dzarr dan Hudzaifah رضي الله عنهم. Lalu tibalah waktu
shalat, Abu Dzarr bergegas untuk mengimami shalat. Tetapi mereka
berkata: ‘Kamulah (Abu Sa’id) yang berhak!’ Ia (Abu Dzarr) berkata:
‘Apakah benar demikian?’ ‘Benar!’ jawab mereka. Aku pun maju mengimami
mereka shalat. Ketika itu aku masih seorang budak. Selanjutnya mereka
mengajariku, ‘Jika isterimu nanti datang menemuimu, hendaklah kalian
berdua shalat dua raka’at. Lalu mintalah kepada Allah kebaikan isterimu
itu dan mintalah perlindungan kepada-Nya dari keburukannya. Selanjutnya
terserah kamu berdua…!’”[2]
2. Hadits dari Abu Waail.
Ia berkata, “Seseorang datang kepada ‘Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه,
lalu ia berkata, ‘Aku menikah dengan seorang gadis, aku khawatir dia
membenciku.’ ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, ‘Sesungguhnya cinta berasal
dari Allah, sedangkan kebencian berasal dari syaitan, untuk membenci
apa-apa yang dihalalkan Allah. Jika isterimu datang kepadamu, maka
perintahkanlah untuk melaksanakan shalat dua raka’at di belakangmu. Lalu
ucapkanlah (berdo’alah):
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لِي فِي أَهْلِيْ، وَبَارِكْ لَهُمْ فِيَّ،
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِي مِنْهُمْ، وَارْزُقْهُمْ مِنِّي، اَللَّهُمَّ
اجْمَعْ بَيْنَنَا مَا جَمَعْتَ إِلَى خَيْرٍ، وَفَرِّقْ بَيْنَنَا إِذَا
فَرَّقْتَ إِلَى خَيْرٍ
.
“Ya Allah, berikanlah keberkahan kepadaku dan isteriku, serta berkahilah
mereka dengan sebab aku. Ya Allah, berikanlah rizki kepadaku lantaran
mereka, dan berikanlah rizki kepada mereka lantaran aku. Ya Allah,
satukanlah antara kami (berdua) dalam kebaikan dan pisahkanlah antara
kami (berdua) dalam kebaikan.” [3]
Ketiga: Bercumbu rayu dengan penuh kelembutan dan kemesraan. Misalnya dengan memberinya segelas air minum atau yang lainnya.
Hal ini berdasarkan hadits Asma’ binti Yazid binti as-Sakan
radhiyallaahu ‘anha, ia berkata: “Saya merias ‘Aisyah untuk Rasulullah
صلی الله عليه وسلم. Setelah itu saya datangi dan saya panggil beliau
supaya menghadiahkan sesuatu kepada ‘Aisyah. Beliau pun datang lalu
duduk di samping ‘Aisyah. Ketika itu Rasulullah صلی الله عليه وسلم
disodori segelas susu. Setelah beliau minum, gelas itu beliau sodorkan
kepada ‘Aisyah. Tetapi ‘Aisyah menundukkan kepalanya dan malu-malu.”
‘Asma binti Yazid berkata: “Aku menegur ‘Aisyah dan berkata kepadanya,
‘Ambillah gelas itu dari tangan Rasulullah صلی الله عليه وسلم!’ Akhirnya
‘Aisyah pun meraih gelas itu dan meminum isinya sedikit.” [4]
Keempat: Berdo’a sebelum jima’ (bersenggama), yaitu ketika seorang suami hendak menggauli isterinya, hendaklah ia membaca do’a:
بِسْمِ اللهِ، اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ
مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah aku dari syaitan dan
jauhkanlah syaitan dari anak yang akan Engkau karuniakan kepada kami.”
Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda: “Maka, apabila Allah menetapkan
lahirnya seorang anak dari hubungan antara keduanya, niscaya syaitan
tidak akan membahayakannya selama-lamanya.” [5]
Kelima: Suami boleh menggauli isterinya dengan cara bagaimana pun yang disukainya asalkan pada kemaluannya.
Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya : Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangi-lah
ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah
(yang baik) untuk dirimu. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa
kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang yang beriman.” [Al-Baqarah : 223]
Ibnu ‘Abbas رضى الله عنهما berkata, “Pernah suatu ketika ‘Umar bin
al-Khaththab رضي الله عنه datang kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم,
lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, celaka saya.’ Beliau bertanya, ‘Apa
yang membuatmu celaka?’ ‘Umar menjawab, ‘Saya membalikkan pelana saya
tadi malam.’ [6] Dan beliau صلی الله عليه وسلم tidak memberikan komentar
apa pun, hingga turunlah ayat kepada beliau:
“Isteri-Isterimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai…” [Al-Baqarah : 223]
Lalu Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
أَقْبِلْ وَأَدْبِرْ، وَاتَّقِ الدُّبُرَ وَالْحَيْضَةَ
“Setubuhilah isterimu dari arah depan atau dari arah belakang, tetapi
hindarilah (jangan engkau menyetubuhinya) di dubur dan ketika sedang
haidh”. [7]
Juga berdasarkan sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم:
…
مُقْبِلَةٌ مُدْبِرَةٌ إِذَا كَانَتْ فِي الْفَرْجِ
“Silahkan menggaulinya dari arah depan atau dari belakang asalkan pada kemaluannya”.[8]
Seorang Suami Dianjurkan Mencampuri Isterinya Kapan Waktu Saja
• Apabila suami telah melepaskan hajat biologisnya, janganlah ia
tergesa-gesa bangkit hingga isterinya melepaskan hajatnya juga. Sebab
dengan cara seperti itu terbukti dapat melanggengkan keharmonisan dan
kasih sayang antara keduanya. Apabila suami mampu dan ingin mengulangi
jima’ sekali lagi, maka hendaknya ia berwudhu’ terlebih dahulu.
Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُوْدَ فَلْيَتَوَضَّأْ
“Jika seseorang diantara kalian menggauli isterinya kemudian ingin
mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudhu’ terlebih dahulu.” [9]
• Yang afdhal (lebih utama) adalah mandi terlebih dahulu. Hal ini
berdasarkan hadits dari Abu Rafi’ radhi-yallaahu ‘anhu bahwasanya Nabi
صلی الله عليه وسلم pernah menggilir isteri-isterinya dalam satu malam.
Beliau mandi di rumah fulanah dan rumah fulanah. Abu Rafi’ berkata,
“Wahai Rasulullah, mengapa tidak dengan sekali mandi saja?” Beliau
menjawab.
هَذَا أَزْكَى وَأَطْيَبُ وَأَطْهَرُ
“Ini lebih bersih, lebih baik dan lebih suci.” [10]
• Seorang suami dibolehkan jima’ (mencampuri) isterinya kapan waktu saja
yang ia kehendaki; pagi, siang, atau malam. Bahkan, apabila seorang
suami melihat wanita yang mengagumkannya, hendaknya ia mendatangi
isterinya. Hal ini berdasarkan riwayat bahwasanya Rasulullah صلی الله
عليه وسلم melihat wanita yang mengagumkan beliau. Kemudian beliau
mendatangi isterinya -yaitu Zainab radhiyallaahu ‘anha- yang sedang
membuat adonan roti. Lalu beliau melakukan hajatnya (berjima’ dengan
isterinya). Kemu-dian beliau bersabda,
إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِيْ صُوْرَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِيْ
صُوْرَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ
أَهْلَهُ، فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِيْ نَفْسِهِ
“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa syaitan dan membelakangi
dalam rupa syaitan. [11] Maka, apabila seseorang dari kalian melihat
seorang wanita (yang mengagumkan), hendaklah ia mendatangi isterinya.
Karena yang demikian itu dapat menolak apa yang ada di dalam hatinya.”
[12]
Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata : “ Dianjurkan bagi siapa yang
melihat wanita hingga syahwatnya tergerak agar segera mendatangi
isterinya – atau budak perempuan yang dimilikinya -kemudian menggaulinya
untuk meredakan syahwatnya juga agar jiwanya menjadi tenang.” [13]
Akan tetapi, ketahuilah saudara yang budiman, bahwasanya menahan
pandangan itu wajib hukumnya, karena hadits tersebut berkenaan dan
berlaku untuk pandangan secara tiba-tiba.
Allah Ta’ala berfirman:
““Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci
bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”
.[An-Nuur : 30]
Dari Abu Buraidah, dari ayahnya رضي الله عنه, ia berkata, “Rasulullah صلی الله عليه وسلم ber-sabda kepada ‘Ali.
يَا عَلِيُّ، لاَ تُتْبِعِ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ فَإِنَّ لَكَ اْلأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ اْلآخِرَةُ
“Wahai ‘Ali, janganlah engkau mengikuti satu pandangan pandangan lainnya
karena yang pertama untukmu dan yang kedua bukan untukmu”. [14]
• Haram menyetubuhi isteri pada duburnya dan haram menyetubuhi isteri ketika ia sedang haidh/ nifas.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Artinya : Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haidh.
Katakanlah, ‘Itu adalah sesuatu yang kotor.’ Karena itu jauhilah [15]
isteri pada waktu haidh; dan janganlah kamu dekati sebelum mereka suci.
Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan)
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang
bertaubat dan mensucikan diri.” [Al-Baqarah : 222]
Juga sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم:
مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا: فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang menggauli isterinya yang sedang haidh, atau
menggaulinya pada duburnya, atau mendatangi dukun, maka ia telah kafir
terhadap ajaran yang telah diturunkan kepada Muhammad صلی الله عليه
وسلم.” [16]
Juga sabda beliau صلی الله عليه وسلم:
مَلْعُوْنٌ مَنْ أَتَى امْرَأَتَهُ فِي دُبُرِهَا
“Dilaknat orang yang menyetubuhi isterinya pada duburnya.” [17]
• Kaffarat bagi suami yang menggauli isterinya yang sedang haidh.
Syaikh al-Albani rahimahullaah berkata, “Barangsiapa yang dikalahkan
oleh hawa nafsunya lalu menyetubuhi isterinya yang sedang haidh sebelum
suci dari haidhnya, maka ia harus bershadaqah dengan setengah pound emas
Inggris, kurang lebihnya atau seperempatnya. Hal ini berdasarkan hadits
Ibnu ‘Abbas رضي الله عنه dari Nabi صلی الله عليه وسلم tentang orang
yang menggauli isterinya yang sedang haidh. Lalu Nabi صلی الله عليه وسلم
bersabda.
يَتَصَدَّقَ بِدِيْنَارٍ أَوْ نِصْفِ دِيْنَارٍ
“Hendaklah ia bershadaqah dengan satu dinar atau setengah dinar.’”[18]
• Apabila seorang suami ingin bercumbu dengan isterinya yang sedang
haidh, ia boleh bercumbu dengannya selain pada kemaluannya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah صلی الله عليه وسلم.
اِصْنَعُوْا كُلَّ شَيْءٍ إِلاَّ النِّكَاح
“Lakukanlah apa saja kecuali nikah (jima’/ bersetubuh).” [19]
• Apabila suami atau isteri ingin makan atau tidur setelah jima’
(bercampur), hendaklah ia mencuci kemaluannya dan berwudhu’ terlebih
dahulu, serta mencuci kedua tangannya. Hal ini berdasarkan hadits dari
‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha bahwasanya Rasulullah صلی الله عليه وسلم
bersabda,
كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ
لِلصَّلاَةِ وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْكُلَ أَوْ يَشْرَبَ وَهُوَ جُنُبٌ
غَسَلَ يَدَيْهِ ثُمَّ يَأْكُلُ وَيَشْرَبُ
“Apabila beliau hendak tidur dalam keadaan junub, maka beliau berwudhu’
seperti wudhu’ untuk shalat. Dan apabila beliau hendak makan atau minum
dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kedua tangannya kemudian beliau
makan dan minum.” [20]
Dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha, ia berkata,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَرَادَ أَنْ
يَنَامَ وَهُوَ جُنُبٌ غَسَلَ فَرْجَهُ وَتَوَضَّأَ لِلصَّلاَةِ
“Apabila Nabi صلی الله عليه وسلم hendak tidur dalam keadaan junub,
beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu’ (seperti wudhu’) untuk shalat.”
[21]
• Sebaiknya tidak bersenggama dalam keadaan sangat lapar atau dalam keadaan sangat kenyang, karena dapat membahayakan kesehatan.
• Suami isteri dibolehkan mandi bersama dalam satu tempat, dan suami isteri dibolehkan saling melihat aurat masing-masing.
Adapun riwayat dari ‘Aisyah yang mengatakan bahwa ‘Aisyah tidak pernah
melihat aurat Rasulullah صلی الله عليه وسلم adalah riwayat yang bathil,
karena di dalam sanadnya ada seorang pendusta. [22]
• Haram hukumnya menyebarkan rahasia rumah tangga dan hubungan suami isteri.
Setiap suami maupun isteri dilarang menyebarkan rahasia rumah tangga dan
rahasia ranjang mereka. Hal ini dilarang oleh Rasulullah صلی الله عليه
وسلم. Bahkan, orang yang menyebarkan rahasia hubungan suami isteri
adalah orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah.
Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الرَّجُلُ يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ
سِرَّهَا
“Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya pada hari Kiamat
adalah laki-laki yang bersenggama dengan isterinya dan wanita yang
bersenggama dengan suaminya kemudian ia menyebarkan rahasia isterinya.”
[23]
Dalam hadits lain yang shahih, disebutkan bahwa Rasulullah صلی الله عليه
وسلم bersabda, “Jangan kalian lakukan (menceritakan hubungan suami
isteri). Perumpamaannya seperti syaitan laki-laki yang berjumpa dengan
syaitan perempuan di jalan lalu ia menyetubuhinya (di tengah jalan)
dilihat oleh orang banyak…” [24]
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullaah berkata, “Apa yang
dilakukan sebagian wanita berupa membeberkan maslah rumah tangga dan
kehidupan suami isteri kepada karib kerabat atau kawan adalah perkara
yang diharamkan. Tidak halal seorang isteri menyebarkan rahasia rumah
tangga atau keadaannya bersama suaminya kepada seseorang.
Allah Ta’ala berfirman:
“Artinya : “Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat
(kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena
Allah telah menjaga (mereka).” [An-Nisaa' : 34]
Nabi صلی الله عليه وسلم mengabarkan bahwa manusia yang paling buruk
kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah laki-laki yang
bersenggama dengan isterinya dan wanita yang bersenggama dengan
suaminya, kemudian ia menyebarkan rahasia pasangannya”. [25]
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat,
Cet Ke II Dzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih atas kunjungannya.
Semoga artikel yang ada bermanfaat.
Saran dan kritik dari anda sangat kami harapkan.